Darurat Sampah, Plt Bupati Selly Minta Tolong Bareng-bareng Carikan Solusi

Darurat Sampah, Plt Bupati Selly Minta Tolong Bareng-bareng Carikan Solusi

SUMBER-Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Bapelitbangda mengumpulkan komunitas penggiat lingkungan untuk bahas penanggulangan sampah, Senin (23/4). Plt Bupati Cirebon, Selly Andriyani Gantina mengatakan, pihaknya sengaja mengundang dinas terkait termasuk komunitas penggiat lingkungan untuk mencari solusi terbaik soal lingkungan hidup. “Ada kesedihan saya saat hadir di acara debat kandidat calon bupati. Mereka tidak memberikan solusi terbaik bagi persoalan sampah daerah. Ini tidak ada kepentingan politik, saya berkeinginan yuk sampah ini mau diapain,” kata Selly. Saat ini, lanjut Selly, Kabupaten Cirebon berstatus darurat sampah. Tidak perlu malu dengan status darurat sampah ini, sebab kondisinya seperti ini. “Tinggal mau seperti apa solusinya, saya sudah berkomitmen dari awal. Hayu kita bareng-bareng selesaikan persoalan ini, dalam waktu dekat kita sudah tidak gunakan TPA Ciledug, maka harus ada lokasi lain yang harus menggantikan,” tandasnya. Ia sepakat TPA Ciledug ditutup bulan Mei 2018 nanti. Bukan berarti kita tinggalkan begitu saja, perlu ada rehabilitasi untuk mengembalikan fungsinya seperti semula. Kaitan TPA, Kabupaten Cirebon punya lahan yang pernah digunakan sebagai TPA yakni Gunungsantri, Ciawijapura dan Gegesik. Dari tiga lokasi itu dua lokasi (Gunungsantri dan Ciawijapura) menolak untuk diaktifkan kembali. Sedangkan TPA di Gegesik tidak begitu luas. “Saya akui kenapa masyarakat menolak, ini kesalahan pemerintah dari awal. Akhirnya masyarakat apatis dan menolak. Saya ingin rasanya melakukan komunikasi dengan masyarakat. Bagaimana mengelola lahan tadi agar bisa dimaksimalkan, Gunungsantri baru digunakan sepertiga kan masih bisa digunakan,” ucapnya. Sementara kaitan dengan rencana Desa Palimanan Barat dijadikan lokasi untuk TPA, Selly mengaku sebelumnya mendapatkan informasi dari camat Gempol bahwa masyarakat sudah menyetuji bahkan diperkuat dengan bukti tandatangan warga dan sudah sesuai dengan hasil kajian. “Ternyata saat ini masyarakat menolak, ini kelemahan saya kenapa tidak cek ke lapangan secara langsung,” terangnya. Karena waktunya mendesak, Selly meminta dinas terkait agar membuat time line, artinya apa saja yang harus dilakukan untuk menyelesaikan persoalan satu ini. “Siapa berbuat apa itu harus jelas, pembagian tugas antar dinas dan penggiat lingkungan serta akademisi harus jelas,” tandas politisi PDI Perjuangan ini. Camat Gempol, Suharto menjelaskan mengapa ia ngotot agar TPA ada di Desa Palimanan Barat.  “Kenapa saya ngotot, karena layak untuk TPA. Karena berdasarkan UU No 18/2008 dijelaskan bahwa untuk lokasi TPA itu satu jauh dari pemukiman, kedua tidak ada sungai dan ketiga ada kajian teknis sosial ekonomi dari DLH. Hasil kajian di sana sangat cocok untuk TPA,” terangnya. “Awalnya masyarakat menyetujui, namun dalam perjalanannya isu penolakan semakin kencang dan meluas. Padahal hasil kajian disana sangat cocok,” ucapnya. Di tempat sama, Kabid Kebersihan dan Pertamanan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dedi Sudarman, pihaknya sudah melakukan fisibility study (FS) di tiga lokasi, yakni di wilayah timur Cigobangwangi, Desa Palimanan Barat dan Desa Kejiwan Kecamatan Susukan. Ketiga lokasi ini sangat cocok karena jauh dari pemukiman masyarakat. Hanya saja untuk Cigogangwangi dan Kejiwan butuh pembangunan infrastruktur cukup besar. “Kita butuh peran semua OPD, untuk Kecamatan Susukan harus melewati sungai Cimanuk dan harus membuat jembatan, dan Pasaleman harus memperluas akses jalan. Kalau di Desa Palimanan Barat itu hanya perbaikan jalan saja,” terangnya. Rencananya TPA yang akan dibangun di Desa Palimanan Barat konsepnya sama seperti yang ada di Indramayu. Tapi karena ada penolakan dari warga, pihaknya akan mencoba melakukan pendekatan kembali dengan warga setempat. “Yang ada di Gegesik sudah jalan tapi hanya menerima 3 truk sampah setiap hari, sementara setiap hari kita membuang 32 truk sampah. Jadi yang kita harapkan itu di Desa Palimanan Barat,” jelasnya. Penggiat lingkungan, Cecep  meminta agar pemerintah tidak banyak berencana, namun lebih kepada aksi nyata. “Dari dulu kita diminta untuk memberikan sumbang saran tapi tidak ada yang dijalankan. Saya kira DLH juga tidak punya grand desain mengelola sampah,” tegasnya. Untuk persoalan yang satu ini, Cecep menyarankan agar pemkab membuat time line yang jelas dalam satu bulan ini apa yang akan dilakukan. “Untuk action sekarang segera, menurut kajian kami harus buat time line kerja. Ketika pemerintah tidak dipercaya turunkan mahasiswa dari perguruan tinggi. Ketika sudah ada maping kenapa menolak dan menerima. Kita buat FGD kemudian ada eksekusi program siapa dan melakukan apa,” paparnya. (ari)      

Sumber: