Ngeri-ngeri Sedap, Perumda Farmasi Masuk Kategori Perusahaan Kolaps

Ngeri-ngeri Sedap, Perumda Farmasi Masuk Kategori Perusahaan Kolaps

KEJAKSAN – Direktur Perumda Farmasi, Agung Prabowo MPd juga ikut buka-bukaan. Ketika pada bulan Agustus 2016 lalu ia dilantik sebagai direktur oleh walikota, Agung mengaku terkejut dengan kondisi internal perusahaan yang akan dipimpinnya. Ia menyebut, Perumda Farmasi bisa dikategorikan kolaps saat itu.
\"Perumda
Perumda Farmasi rapat dengan DPRD. Foto: Fajri/Rakyat Cirebon
“Pendapatan dengan belanja tidak berbanding. Maka saya pikir perlu rasionalisasi pegawai. Jumlah pegawai 31 orang, termasuk direktur. Dalam sebulan, total Rp74 juta untuk kebutuhan gaji pegawai saja. Kalau dibiarkan, Perumda Farmasi bisa bangkrut,” ungkap Agung.

Ia mengaku, untuk mengatasi persoalan itu ada beberapa alternatif. Diantaranya, mengurangi jumlah jam kerja. Seperti yang dilakukan di Apotek Cermai III di Jalan Sudarsono, tadinya tiga shift, mulai September 2016 diubah jam operasionalnya menjadi pukul 8.00-15.30, sehingga hanya dua shift pegawai.

“Sehingga mengurangi 4 orang pegawai untuk dialihkan ke Apotek Cermai I di Jalan Siliwangi untuk mengoptimalkan alkes dan PBF,” kata Agung.

Selain itu, dikisahkan Agung, sebelumnya obat-obatan yang distok pihaknya menggunakan sistem pembayaran cash‎. Sehingga, lanjut Agung, pada Agustus 2016 pihaknya mendatangi distributor dan memberi jaminan, agar bisa menggunakan sistem hutang. 

“Sehingga mulai 1 Oktober 2016 kita bisa diberi waktu pembayaran 2 minggu sampai sebulan. Sehingga (kondisi keuangan) lebih stabil,” ujarnya.

Agung membeberkan kondisi keuangan Perumda Farmasi pada tahun lalu. Penerimaan sebesar Rp7.949.846.128 dan pengeluaran sebesar Rp8.106.309.967, sehingga saldo minus Rp156.463.839. 
Penyertaan Modal Ludes untuk Bayar Utang, Pinjam ke Bank Pakai Nama Karyawan
“Ini angka ril setelah dilakukan penghitungan lagi oleh auditor independen. Memang angka sebelumnya tidak seperti ini,” kata Agung.

Yang lebih mengejutkan, penggunaan dana penyertaan modal sebesar Rp1,4 miliar pada tahun 2015 pun ternyata belum bisa dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, Agung telah meminta kepada Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan ulang secara objketif.

“Hasil pemeriksaan Inspektorat, penggunaan dana penyertaan modal Rp1,4 miliar belum bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga saya meminta pemeriksaan ulang. Hasilnya diketahui, penggunaan uang itu didominasi untuk pelunasan utang bank.

“Pelunasan pinjam bank Rp200 juta, pelunasan utang di Bank Cirebon sebesar Rp385 juta, dan lainnya. Termasuk melunasi hutang ke bank yang menggunakan nama pegawai,” ujarnya.

Disebutkan dia, ditemukan hutang Perumda Farmasi ke bank dengan menggunakan nama pegawai. Dari tiga pegawai yang dicatut namanya, Perumda Farmasi berhutang sebesar Rp225 juta ke bank. 

“Ada 3 pegawai yang dijadikan jaminan pinjaman ke PD Bank Cirebon yang totalnya sekitar Rp225 juta untuk kebutuhan gaji pegawai,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD, Ir H Watid Sahriar MBA mengakui, berdasarkan penyampaian dari Agung Prabowo maupun pegawainya, bahwa banyak laporan keuangan di Perumda Farmasi yang direkayasa.

“Memang laporan keuangannya tidak sebenarnya. Ketika diaudit ulang, ternyata ada kerugian Rp2,4 miliar sampai tahun 2016. Kejadiannya memang sejak 2014, banyak yang diubah laporan keuangannya, tidak yang sebenarnya,” ungkap Watid.

Diakuinya pula, akhirnya diketahui bahwa dasar pengajuan penyertaan modal kepada DPRD pun diragukan validitasnya. Ditengarai laporan keuangan hasil audit untuk mengajukan permohonan penyertaan modal tidak sesuai fakta.

“Termasuk ketika pengajuan untuk penyertaan modal. Tidak berdasarkan angka yang ril. Waktu itupun dari permohonan Rp3,8 miliar, kita mengabulkan Rp1,4 miliar. Itupun hanya untuk membayar hutang. Padahal ada untuk perbaikan beberapa apotek. Memang ada item untuk pembayaran hutang, tapi tidak besar. Kenyataannya, hampir semua digunakan untuk pembayaran hutang,” terangnya.

Saat disinggung mengenai status perda penyertaan modal tersebut, Watid yang juga ketua pansus raperda itu mengaku tak paham betul. Ia juga ragu, tapi pihaknya merasa telah melakukan koreksi secara optimal.

“Saya tidak paham secara hukum. Memang landasannya tidak valid. Jadi, meragukan juga. Tapi pada saat itu kita berdasarkan input laporan keuangan dari akuntan publik. Yang pasti kita juga sudah melakukan koreksi cukup banyak,” katanya.

Laporan Keuangan Direkayasa, Pegawai Tak Bisa Berbuat Banyak

Kondisi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Farmasi memprihatinkan. Selama kepemimpinan direktur sebelum Agung Prabowo menjabat, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkot Cirebon itu morat marit. Mulai dari laporan keuangan diduga sarat rekayasa, hingga hutang ke bank untuk menggaji pegawai.
Kebobrokan itu terbongkar saat Perumda Farmasi diundang oleh Komisi B DPRD Kota Cirebon untuk rapat kerja, Jumat (10/2) lalu, di Griya Sawala gedung dewan. Bahkan, dasar pengajuan penyertaan modal yang disetujui DPRD melalui perda pada tahun 2015 lalu pun ditengarai hasil rekayasa yang tak sesuai fakta.
Satuan Pengawas Internal (SPI) Perumda Farmasi, Leni Agustina mengakui, dirinya sebelum bertugas sebagai SPI, di era direktur sebelumnya bertugas di bagian keuangan Perumda Farmasi. Ia membeberkan, semua laporan keuangan perusahaan dibuat langsung oleh direktur kala itu.
      
“Setiap kali bikin laporan, kita juga sering mempertanyakan. Karena laporan yang dibuat itu (disusun langsung) Pak Direktur sendiri. Kita hanya diminta data awal saja. Yang mengolah menjadi laporan itu Pak Direktur sendiri,” bebernya, di hadapan para wakil rakyat.
      
Kondisi berbeda ketika Agung Prabowo diberi mandat oleh walikota untuk menjadi direktur Perumda Farmasi. Agung menerapkan sistem keterbukaan. Penyusunan laporan keuangan perusahaan melibatkan semua pegawai terkait. “Di era Pak Agung, kita semua dilibatkan,” katanya.
      
Senada disampaikan Kabag Umum dan Keuangan Perumda Farmasi, Desi Budiarti. Ia mengaku, seringkali direktur lama tiba-tiba meminta dirinya dan beberapa pegawai di bagian terkait untuk menandatangani laporan keuangan.
      
“Bentuk laporan yang disajikan Pak Direktur saat itu, kita sering diminta tandatangan dan membacanya. Tapi untuk koreksi atau apapun, beliau yang punya kewenangan,” tuturnya.
      
Begitu juga ketika anak buahnya diminta membuat laporan. Oleh sang direktur kemudian disulap. Baik laporan keuangan untuk ke Pemkot Cirebon hingga laporan untuk pajak.
      
“Kalau kita sudah bikin laporan, tetap versi beliau yang dipakai. Banyak kejanggalan di angka-angka pelaporannya. Pajak beda, laporan ke pemkot beda, dan akuntan publik juga beda. Jadi ketika Pak Agung memimpin, kita dari nol lagi,” katanya.
      
Cerita itu sontak membuat para wakil rakyat di Komisi B terkejut. Betapa tidak, pada 2015 lalu, Perumda Farmasi diguyur penyertaan modal sebesar Rp1,4 miliar. “Jujur kita terkejut. Memang Perumda Farmasi sempat mengajukan penyertaan modal Rp3,8 miliar, tapi kita setujui Rp1,4 miliar,” kata Ketua Komisi B, Ir H Watid Sahriar MBA.
      
Kedepan, Watid meminta kepada semua pegawai Perumda Farmasi hingga SPI untuk lebih transparan dan objektif dalam menuangkan laporan keuangan perusahaan. Khusus untuk SPI, Watid meminta agar lebih tegas. “Pengawas internal juga jangan eweuh pakeweuh kalau ada yang tidak benar, maka laporkan secara objektif,” katanya. (jri)

Sumber: