Limbah Dapur Makan Bergizi Gratis Berpotensi Cemari Lingkungan

Limbah Dapur Makan Bergizi Gratis Berpotensi Cemari Lingkungan

FGD. Pusals ISIF Fahmina menggelar FGD bertemakan limbah dapur makan bergizi gratis, berpotensi mencemari lingkungan. FOTO : ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKYAT CIREBON--

CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID– Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah memang bertujuan mulia. Meningkatkan kecukupan gizi anak-anak sekolah. Namun, dampak lingkungan, harus diperhatikan. Terutama terkait pengelolaan limbah dapur yang dihasilkan.

Isu ini menjadi bahasan utama dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Limbah Dapur Makan Bergizi Gratis, Berkah atau Bencana” yang digelar di ruang konvergensi Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

BACA JUGA:KPU Kabupaten Cirebon Tetapkan Data Pemilih Baru

Direktur Pusat Studi Agama, Lingkungan dan Sosial (Pusals) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF ) Cirebon, Abdul Malik, menegaskan MBG tak boleh hanya berfokus pada aspek gizi dan keamanan pangan. Limbah dapur yang dihasilkan bisa menjadi ancaman baru bagi lingkungan, jika tidak dikelola dengan baik.

“Tujuan FGD ini adalah untuk mendorong para pengelola dapur MBG, serta mendorong Badan Gizi Nasional (BGN) dan pemerintah agar lebih adil dan menyeluruh dalam mengevaluasi program ini,” kata Malik.

Ia menjelaskan, ancaman yang dimaksud bukan hanya sebatas potensi keracunan makanan. Tetapi juga munculnya limbah cair seperti minyak jelantah, sisa sabun, serta zat kimia lain yang berpotensi mencemari tanah dan air.

Saat ini, volume limbah MBG masih tergolong kecil. Sebagian besar bisa ditangani oleh masyarakat sekitar. Namun, jika program MBG diperluas secara masif, jumlah limbah yang dihasilkan bisa mencapai ratusan hingga jutaan ton per hari.

Tanpa pengelolaan yang baik, hal ini bisa menjadi persoalan serius di masa depan. “Kalau dikelola secara benar, justru bisa menciptakan ekosistem lingkungan yang sehat dan membuka peluang ekonomi baru," katanya.

Karena itu, BGN seharusnya aktif memberikan penyuluhan serta menetapkan standar pengelolaan limbah untuk dapur MBG di berbagai daerah.

Ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada pengelola dapur. Termasuk soal pemilahan limbah. Pemerintah, kata Malik, harus melibatkan masyarakat dan berbagai pihak agar tujuan MBG tercapai secara utuh, baik dari sisi gizi maupun dampak lingkungannya.

Senada dengan itu, Konsultan Peternakan, Rona Ayudya, menyoroti pentingnya pengawasan kualitas dan pemanfaatan limbah dapur MBG. Selama ini isu MBG terlalu terfokus pada kasus keracunan makanan. Padahal kualitas bahan baku serta pengelolaan limbah juga harus menjadi prioritas.

“Yang sering muncul di berita itu soal keracunan. Padahal, yang paling utama adalah bagaimana mengontrol kualitas bahan makanan yang masuk dan limbah yang keluar,” jelasnya.

Ia mengingatkan, jika tidak ditangani dengan benar, sisa makanan bisa menjadi sarang bakteri. Oleh karena itu, pengawasan rutin dan kehadiran petugas di lapangan sangat dibutuhkan.

Lebih jauh, Rona menambahkan bahwa limbah dapur sebenarnya masih bisa dimanfaatkan, misalnya sebagai pakan ternak atau ikan, asal melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Namun, jika diberikan secara langsung tanpa proses, justru bisa berbahaya.

BACA JUGA:SK Pengurus KONI Kabupaten Cirebon Sudah Keluar, Tinggal Menunggu Pelantikan

“Pemilahan limbah sangat penting. Limbah hewani, nabati, dan mineral harus dipisahkan. Misalnya cangkang telur jangan dicampur dengan sisa sayur, karena bisa memicu pertumbuhan lalat dan bakteri,” paparnya.

Ia juga mendorong BGN agar segera menetapkan standar lokasi dapur MBG. Terutama yang berada di kawasan padat penduduk. Katanya, tidak bisa sembarangan membangun dapur di lahan kosong.

"Harus ada kajian lingkungan, termasuk aturan jarak dari permukiman dan sumber air,” pungkasnya. (zen)

Sumber: