Pemerintah Memprioritaskan Kepentingan Pemodal

Pemerintah Memprioritaskan Kepentingan Pemodal

NAIK MOBIL. Ketua DPRD Indramayu, Syaefudin menyampaikan sikap di atas mobil komando aksi. Pihaknya akan menindaklanjuti secara teknis melalui Komisi II. Juga akan melibatkan pihak-pihak yang memahami tentang agraria.--

RAKYATCIREBON.ID, INDRAMAYU-Massa gabungan dari Komite Reforma Penegak Agraria Indramayu melakukan aksi unjuk rasa di DPRD dan Pendopo Indramayu, Rabu (8/6). Massa menuntut reformasi agraria. 

Ratusan pengunjuk rasa tersebut berasal dari Serikat Tani Indramayu (STI), Serikat Petani Indonesia (STI) Indramayu, dan Komite Nasional Nelayan Nusantara (KONANN) Indramayu. Ketiganya merupakan anggota Komite Reforma Penegak Agraria Indramayu.

Perwakilan massa aksi menyampaikan tuntutan agar segera dijalankannya Gugus Tugas Reforma Agraria dengan melibatkan organisasi petani. Massa juga mendesak untuk penyelesaian konflik agraria di Kabupaten Indramayu.

Korlap STI, Andi Sutiana mengatakan, lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 dimaksudkan untuk merombak nasib kaum tani dengan menyediakan tanah bagi kaum tani. 

“Sampai sekarang, ternyata nasib kaum tani tidak kunjung membaik. Kemiskinan di pedesaan semakin luas, ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah semakin tajam. Bahkan, disertai konflik agraria yang tidak kunjung selesai,” tegas Andi.

Menurutnya, konflik agraria yang berlarut-larut terjadi di Kabupaten Indramayu. Padahal, Undang-undang Dasar 1945, UUPA 5/1960, hingga Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria, telah mengamanatkan pelaksanaan reforma agraria sebagai jalan keluar dari konflik panjang agraria.

“Alih-alih mengimplementasikan UUPA 5/1960 dan Perpres 86/2018, pemerintah justru memprioritaskan tanah untuk kepentingan pemodal dan investor. Seperti Perum Perhutani dan PG Rajawali II,” sebutnya diamini Korlap SPI, Tri Utomo dan Korlap KONANN, Sutarno.

Meskipun telah menjanjikan pelaksanaan reforma agraria, Pemerintah Indonesia hingga saat ini dinilai belum ada tanda-tanda hendak melaksanakan reforma agraria. 

Bahkan, cenderung membelokkan reforma agraria menjadi sertifikasi tanah semata. Juga rencana redistribusi tanah untuk rakyat tidak kunjung direalisasikan.

Menurutnya, kerangka reforma agraria Pemerintah Indonesia tidak sesuai dengan Perpres 86/2018 dan UUPA 5/1960 yang hanya menekankan pada sertifikasi tanah. 

Hal tersebut tidak menjawab persoalan ketimpangan struktur agraria maupun penyelesaian konflik agraria yang dihadapi masyarakat, khususnya di Kabupaten Indramayu.

Dia menegaskan, masalah agraria ini diperparah dengan cara-cara penanganan konflik yang masih menggunakan cara-cara lama. 

Yakni, pelibatan aparat Polri, TNI, dan premanisme yang mengatasnamakan pengamanan aset negara (Perum Perhutani dan PG Rajawali II). 

Kondisi ini terjadi pada masyarakat di wilayah-wilayah konflik agraria di lahan perjuangan petani SPI dan STI.

Sumber: