Abdul Qahhar Mudzakar, Pengawal Kesayangan Bung Karno; Putus Sekolah, Bersenjatakan Sebilah Golok

Abdul Qahhar Mudzakar, Pengawal Kesayangan Bung Karno; Putus Sekolah, Bersenjatakan Sebilah Golok

Abdul Qahhar Mudzakar--

RAKYATCIREBON.ID, JAKARTA - Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) penuh sesak. Rapat raksasa digelar di lapangan yang terletak di sebelah selatan Lapangan Monumen Nasional (Monas), medio 19 September 1945.

“Dwi tunggal” Soekarno-Hatta kala itu didesak ribuan rakyat untuk berpidato dalam rangka memperingati satu bulan proklamasi kemerdekaan.

Tak mudah bagi "Dwi tunggal" untuk berpidato saat itu. Pasalnya, hunusan bayonet tentara Jepang mengelilingi Soekarno-Hatta.

Melihat hal itu, seorang pria asal Sulsel tak berdiam diri. Ia yang menjadi pengawal kedua tokoh itu maju ke depan.

Bersenjatakan sebilah golok ia kemudian menjadi pagar hidup dan mendesak mundur bayonet- bayonet tentara Jepang yang telah mengepung kedua Proklamator dari Republik yang baru sebulan itu berdiri.

Sosok itu, Abdul Qahhar Mudzakar. Sejak saat itu, ia jadi pengawal kesayangan Bung Karno.

Dikutip dari buku "100 Tokoh yang Mengubah Indonesia", Qahhar Qahhar lahir 24 Maret 1921 di Kampung Lanipa, distrik Ponrang.

Ayahnya bernama Malinrang, keturunan bangsawan yang cukup kaya dan terpandang. Setelah tamat sekolah rakyat di Lanipa, Qahhar melanjutkan studi ke Jawa.

Ia memilih Solo dan masuk Sekolah Muallimin yang dikelola Muhammadiyah. Masa studinya hanya berjalan tiga tahun (1938-1941), kemudian terputus karena ia terpikat dengan perempuan asal Solo yang lalu dinikahinya.

Ia kembali ke Lanipa. Keluarga besarnya gempar karena ia membawa istri orang Jawa.

Di kampung halaman, Qahhar aktif dalam organisasi kepanduan yang berafiliasi dengan Muhammadiyah, yaitu Hizbul Wathan.

Jepang masuk ke Indonesia, dan Qahhar tertular eforia yang berharap Jepang bisa membebaskan Indonesia dari Belanda.

Begitu bersemangatnya, sampai ia rela naik sepeda ke Rappang hanya untuk bertemu pemimpin pasukan Jepang. Singkatnya, ia berhasil menarik hati para saudara tua. Selama pendudukan Jepang di Sulawesi Selatan, ia bekerja sebagai pegawai Nippon Dohopo di Makassar.

Namun di tengah keluarga besar, sikap Qahhar yang anti-feodal membuatnya tersingkir. Ia dituduh pemicu permusuhan di kalangan kaum bangsawan Luwu, sehingga dikenai hukuman ripaoppangi tana, atau diusir dari Palopo, tanah kelahirannya.

Qahhar pun kembali ke Solo untuk mendirikan perusahaan dagang dengan nama Usaha Semangat Muda.

Ia meluaskan usahanya sampai ke Jakarta dengan mendirikan Toko Luwu. Di tokonya ini, Qahhar beberapa kali mengadakan pertemuan politik.

Pasca proklamasi, Qahhar mendirikan Gerakan Pemuda Indonesia Sulawesi (GEPIS) yang lalu berubah menjadi Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi (APIS), bagian dalam Angkatan Pemuda Indonesia (API).

Qahhar bersama API ikut terlibat dalam rapat besar Ikada, Jakarta, 19 September 1945. Dalam rapat raksasa yang bersejarah itu, Qahhar bersenjatakan sebilah golok membela Soekarno dan Hatta dari kepungan tentara Jepang.

Sumber : Tragedi Patriot dan Pemberontak dan 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia serta berbagai sumber. (eds/rakcer)

Sumber: