Pemerintah Anti Pesantren

Pemerintah Anti Pesantren

Ketua pansus I, H Mahmudi menjelaskan pansus I masih terus berupaya agar Raperda Fasilitasi Pesantren bisa direalisasikan. FOTO : ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKYAT CIREBON--

 

CIREBON, RAKYATCIREBON.ID – Pemerintah daerah dinilai anti pesantren. Pasalnya, sulit merealiasikan Raperda Fasilitasi Penyelenggaraan Pendidikan Pesantren yang kini tengah digodok DPRD Kabupaten Cirebon.

 

Ketua Pansus I DPRD Kabupaten Cirebon, H Mahmudi menjelaskan bidang garapan Pansus I, berkaitan dengan Raperda Pesantren. Hanya saja, dari berbagai tahapan yang sudah dilalui, Raperda tersebut, alot. Sulit direalisasikan. Padahal, payung hukumnya sudah ada. Yakni UU Pesantren yang sudah disahkan DPR RI tahun 2021 lalu. 

 

“Raperda ini, di Kabupaten Cirebon sulit direalisasikan. Pemprov jabar saja, belum menerapkan. Turunan dari UU Pesantren itu, belum ada,” katanya kepada Rakyat Cirebon, Senin (12/12).

 

Sehingga, keberpihakkan Pemerintah kepada pesantren masih belum terasa. Di Jabar itu, kalau pun ada, sifatnya hanya sebuah program gubernur. OPOP namanya. Yakni one pesantren, one product. "Kita berkunjung ke Biro Hukum di Jabar terkait Perda Pesantren. Ternyata belum ada,” katanya.

BACA JUGA:Kuwu Cari Peruntungan, Partai Ummat Jadi Pelabuhan

 

Pihaknya merasa aneh. Kenapa satu aturan yang sama, tetapi ketika diturunkan, penafsirannya berbeda-beda. Pasalnya, Pemprov Jawa Timur, sudah menerapkan turunan dari UU Pesantren. Tapi di Pemprov Jabar selama ini hanya melakukan program OPOP. 

 

" Sejauh ini, baru Jawa Timur yang benar-benar merealisasikan turunan dari UU Pesantren itu. Disana, semua welcome. Semua ok. Regulasinya bisa mengcaver terhadap pesantren," katanya. “Kita tidak ingin begitu (OPOP,red). Inginnya seperti kita menggarap lembaga-lembaga negeri. Sehingga APBD bisa masuk ke dinas," katanya. 

 

Makanya, untuk bisa menunjang itu, dibutuhkan keberpihakan dari semua pihak. Termasuk kepala daerah. Itu semua, bisa dilihat berdasarkan fakta, Pemprov Jatim bisa melakukannya. "Ini tentu, membutuhkan political will dari pemda melalui kepala daerah tentunya" katanya. 

 

Ia menyebut, di Jatim pokir yang didapat dari reses dewan, bisa diusulkan ke Pemda. Membiayai infrastuktur ke pesantren. Bahkan, bisa masuk APBD. "Kenapa di Jabar ini tidak bisa. Bisanya hanya hibah. Nah, kita tidak ingin begitu, karena itu tidak bisa berkelanjutan," katanya.

BACA JUGA:Rara Kota Cirebon 2022, Ratu Stevanny Herlianingrat Penari, Berprestasi, Kuliah di PTN Ternama

 

Pihaknya mengharapkan ketika Perda Fasilitasi Pelaksanaan Pesantren ini disahkan, Pemda hadir. Sehingga APBD bisa dialokasikan dengan kebutuhan pesantren. Tentu, sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. 

 

"Paling tidak, cantolan hukumnya jelas. Hari ini kita butuhkan political will kepala daerah. Buktinya Jatim bisa. Karena Gubernurnya welcome. Dikita belum, Pemprov Jabar juga belum," katanya.

 

Jadi kata politisi PKB itu, Raperda Penyelenggaraan Fasilitasi Pesantren hingga saat ini masih dalam tahap pembahasan. Pihaknya akan terus melakukan pengumpulan data pendukung dengan melakukan studi banding ke daerah-daerah lain. 

 

Ada harapan pembahasan Raperda ini, sampai akhir tahun ini selesai. “Tapi yang kita butuhkan bukan sekedar pembahasannya selesai begitu saja. Tapi butuh komitmen dari Pemda. Makanya, sebelum disahkan, kita adakan halaqoh. Simposium atau seminar terkait Raperda ini. Sejauh mana bupati menanggapinya. Kita butuh implementasi. Bukan sekedar ketok palu saja,” terangnya. 

BACA JUGA:Walikota Blitar Dirampok, Bawa Kabur Uang dan Perhiasan Senilai Rp400 Juta

 

Sebelum komitmen itu ada, pihaknya belum berani mengetuk palu. Ia menyebut, jangan sampai, Raperda Pesantren ini, seperti Raperda MDTA. Yang tidak mendapat Noreg (Nomor registrasi) dari Biro Hukum. 

 

Menurutnya, di kabupaten Cirebon jumlah Pesantren yang saat ini terdaftar, totalnya sebanyak 725. Itu sudah termasuk dari berbagai klasifikasi. “Baik yang besar, menengah atau yang kecil. Makanya, melalui Raperda ini, kita ingin Pemda hadir. Tidak sekedar dalam bentuk hibah. Tapi dalam bentuk APBD. Sehingga bentuk sapaan pemda terhadap dunia pesantren ada dan bisa dirasakan,” katanya. 

Sumber: