BI Akui Distribusi Pangan Rumit
CIREBON – Mahalnya harga cabai rawit di sejumlah pasar tradisional Kota Cirebon dalam satu bulan terakhir ini disinyalir akibat ada oknum yang sengaja ingin mengeruk keuntungan lebih besar.
Dalam sidaknya di tiga pasar di Kota Cirebon, Kepala Kantor Perwakolan Bank Indonesia (KPw BI) Cirebon, Abdul Majid Ikram menemukan indikasi tersebut. Pasalnya, stok cabai di pasaran cenderung aman, hanya saja harganya masih tinggi.
Kepada sejumlah awal media, Majid menuturkan, ada ketidaksingkronan terkait harga cabai rawit yang sudah menyentuh angka Rp120 ribu per kilogramnya. Padahal, menurut Majid, stok cabai di Pasar Jagastru relatif aman.
“Kalau pasar pasokannya aman, itu harganya juga aman, makanya kami akan selidiki kenapa ini bisa naik. Memang baru tahap awal, kami menduga ada permainan di tingkat retail. Nanti akan dilihat di Jagasatru apakah ada juga kenaikan harga,” ungkap Majid usai sidak, kemarin.
Dijelaskan Majid, oknum nakal sengaja memanfaatkan momen mahalnya harga cabai di beberapa daerah untuk mengeruk keuntungan dari harga jual cabai di Kota Cirebon yang dipatok lebih tinggi.
Padahal, kata Majid, harga cabai di tingkat petani tidak lebih dari Rp50 ribu saja.
“Karena informasi kan di Jakarta harga cabai sudah sampai Rp100 ribu makanya banyak yang nyoba harga segitu, walaupun terbuktikan tidak ada yang beli. Kami juga dapat informasi di Kuningan itu harganya Rp40 sampai Rp50 ribu. Tentunya ini disparitas harganya terlalu tinggi, Rp50 ribu menjadi Rp100 itukan sudah 100 persen,” ucapnya.
Meski begitu, dirinya tidak menutup mata salah satu masalah distribusi bahan pangan di Indonesia termasuk rumit.
Misalnya, sebut Majid, cabai dari petani tidak langsung dijual di pasaran, melainkan dijual ke tengkulak.
Ditingkat tengkulak, kata dia, cabai juga tidak langsung dijual. Tengkulak, akan memilih daerah yang harga jual cabainya lebih mahal.
Sehingga, cabai yang seharusnya sampai di pasar-pasar Kota Cirebon menjadi terhambat suplainya.
Selain itu, kata Madjid, faktor cuaca dan penyakit di tingkat petani membuat produksi cabai tidak maksimal.
Hal itu, tutur Majid juga sangat mempengaruhi ketersediaan cabai di berbagai daerah. Terlebih, di Kota Cirebon suplai cabai masih mengandalkan daerah lain.
“Kami juga menyadari memang ada penurunan produksi di daerah penghasil cabai di Jawa Timur. Ada informasi memang ada penurunan akibat faktor cuaca dan penyakit juga,” tutupnya. (wan/mgg)
Sumber: