Produksi Rotan Tegalwangi Mulai Bergairah
CIREBON – Potensi ekonomi yang berputar di industri rotan di Desa Tegalwangi Cirebon tidak bisa dipandang sebelah mata.
Pasalnya, sebagian besar warga desa menggantungkan hidupnya pada industri rumahan berskala internasional ini.
Tak hanya menggeliatkan ekonomi, industri rotan Tegalwangi juga memberi angin sejuk bagi citra Cirebon di mata dunia.
Pasalnya, rotan Tegalwangi kini sudah tersebar di seluruh dunia. Hal tersebut disampaikan Ketua Lembaga Kolaborasi Rotan Galmantro, H Sumarca.
Menurutnya, keberhasilan rotan Tegalwangi tembus pasar intenasional berkat kualitas produk yang ditawarkan.
Pasalnya, produk berbahan dasar rotan terbilang awet dan lebih tahan rayap dibanding jenis kayu pada umumnya.
“Kalau yang diekspor itu sebetulnya semua produk rotan dari mulai kerajinan, furniture, aksesoris dan lain sebagainya karanjang basket, tempat tidur, kursi. Yang dominan sekali itu ada furniture dan basket,” ungkap Sumarca, kemarin.
Semua produk rotan Tegalwangi, kata dia, kini sudah berhasil menembus semua pasar ekspor di seluruh dunia.
Setelah sebelumnya, hanya beberapa bagian negara saja yang tertarik dengan produk rotan, kini Eropa Timur pun sudah menjadi market rotan khas Tegalwangi.
“Tujuan negara ekspornya itu sudah seluruh dunia. Kalau dulu itu baru Eropa Barat, Amerika, Jepang, Australia. Sekarang ini sudah Timur Tengah, Afrika, Asia Tengah, Eropa Timur. Jadi seluruh dunia kita ekspor,” katanya.
Menurutnya, pasokan rotan sendiri berasal dari provinsi yang masih punya hutan lebat.
Seperti, Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya menjadi penyuplai utama kebutuhan bahan baku rotan kering untuk dibuat kerajinan.
“Bahan itu dari Indonesia, dimana ada hutan di situ ada rotannya. Sekarang yang terbesar itu Sumatra, Sulawesi dan Irian, karena rotan itu tumbuh subur di hutan tropis. Karena literatur manapun 90 persen rotan itu tumbuh di Indonesia,” jelasnya.
Terkait dengan tenaga kerja rotan Tegalwangi yang kian menurun, Sumarca menjelaskan saat ini geliat industri rotan sedang dalam tahap pemulihan.
Setelah sebelumnya terjadi krisis yang membuat pengrajin rotan kehilangan pekerjaannya.
“Perajin itu bukan sulit. Karena pernah tempo hari industri rotan itu sempat terpuruk sedangkan tenaga kerja di rotan itu tidak kurang dari 600 ribu tenaga kerja. Begitu terpuruk banyak yang nganggur, karena hilangnya itu sampai 70 persen. Berarti 70 persen itu nganggur,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, bersama dengan pemerintah desa melalui lembaga yang diketuainya sedang giat mengajak generasi muda untuk kembali mencintai rotan sebagai salah satu mata pencaharian penting di Tegalwangi. (wan/mgg)
Sumber: