Apindo: Tingginya Pengangguran di Kabupaten Cirebon Akibat Kendala Perizinan dan Kesiapan SDM

Apindo: Tingginya Pengangguran di Kabupaten Cirebon Akibat Kendala Perizinan dan Kesiapan SDM

JELASKAN. Ketua Apindo Kabupaten Cirebon, Asep Sholeh menilai tingginya pengangguran di Kabupaten Cirebon akibat kendala perizinan dan kesiapan SDM. FOTO : DOC/RAKYAT CIREBON--

CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID – Tingginya angka pengangguran di Kabupaten Cirebon disebabkan oleh dua faktor. Yakni terhambatnya proses perizinan industri dan belum siapnya sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri.

Hal itu, disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Cirebon, Asep Sholeh Fakhrul Insan. Katanya, pertumbuhan industri di Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Cirebon, sebenarnya menunjukkan tren positif.

Namun, banyak perusahaan belum bisa beroperasi. Penyebabnya masih menunggu penyelesaian berbagai izin usaha.

“Sebenarnya industri di Jawa Barat sedang tumbuh, termasuk di Cirebon," kata Asep, kemarin.

Tapi masalahnya bukan pada sulitnya mencari tenaga kerja, melainkan pada proses perizinan yang lambat. Sehingga perusahaan belum bisa membuka lapangan pekerjaan.

Asep menjelaskan, banyak industri di Kabupaten Cirebon hingga kini belum mengantongi izin operasional. Karena kewenangan perizinan masih tersebar di berbagai tingkat pemerintahan dari pusat hingga provinsi.

Salah satu kendala terbesar, kata dia, terjadi di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat, terutama dalam proses penerbitan Pertek IPAL (Persetujuan Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang memakan waktu sangat lama.

“Ada perusahaan yang sudah menunggu lebih dari satu tahun hanya untuk mendapatkan Pertek IPAL. Padahal izin itu dasar untuk bisa beroperasi," katanya.

" Pengurusan di pusat sekarang sudah mulai cepat setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2025, tapi di tingkat provinsi, khususnya di DLH Jawa Barat, masih lambat,” jelasnya.

Menurut Asep, kondisi ini membuat banyak investor yang sudah menanamkan modal di Kabupaten Cirebon belum bisa menjalankan kegiatan produksi. Akibatnya, meski nilai investasi terus meningkat, lapangan kerja baru belum benar-benar terbuka.

“Data di DPMPTSP memang menunjukkan investasi naik, jumlah perusahaan juga bertambah. Tapi itu baru di atas kertas, belum operasional karena izinnya belum selesai,” ujarnya.

Selain kendala perizinan, Asep menilai kesiapan tenaga kerja lokal juga menjadi faktor yang turut mempengaruhi tingginya tingkat pengangguran. Ia mencontohkan munculnya sektor industri baru seperti pabrik sepatu yang membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian menjahit atau keterampilan teknis tertentu, yang belum banyak tersedia di Kabupaten Cirebon.

“Sekarang mulai banyak pabrik sepatu, tapi butuh tenaga yang bisa sewing atau menjahit. Ini artinya penyiapan SDM harus disesuaikan dengan kebutuhan industri. Pemerintah perlu memperbanyak pelatihan dan peningkatan keterampilan agar tenaga kerja kita siap terserap,” ujarnya.

Asep menambahkan, program pemerintah provinsi seperti “Nyari Gawe” yang digagas Gubernur Jawa Barat dinilai cukup membantu dalam memberikan akses kerja bagi masyarakat. Namun, efektivitasnya tetap bergantung pada kesiapan industri untuk beroperasi.

“Program Nyari Gawe dari Pak Gubernur itu bagus, karena mempermudah akses pencari kerja. Tapi kalau industrinya belum jalan karena izin belum selesai, ya belum bisa menyerap tenaga kerja juga,” kata Asep.

Ia berharap pemerintah daerah dan provinsi dapat mempercepat proses perizinan industri serta memperkuat sinergi dengan dunia usaha dalam pengembangan pelatihan tenaga kerja.

“Kalau dua hal ini bisa diselesaikan, perizinan dipercepat dan SDM disiapkan saya yakin angka pengangguran di Kabupaten Cirebon bisa turun signifikan,” pungkasnya. (zen)

Sumber: