Polarisasi Internal PBNU Memanas, Klaim Dukungan “Kiai Sepuh” Dinilai Benturkan Otoritas Syuriah

Polarisasi Internal PBNU Memanas, Klaim Dukungan “Kiai Sepuh” Dinilai Benturkan Otoritas Syuriah

Mustasyar PBNU. FOTO: IST/RAKYAT CIREBON--

RAKYATCIREBON.DISWAY.ID — Dinamika internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali mengemuka meski Rapat Pleno 9–10 telah menetapkan KH Abdul Ghaffar Rozin (Gus Zulfa) sebagai Penjabat Ketua Umum.

Polemik di akar rumput tetap berlanjut setelah kubu Ketua Umum nonaktif Gus Yahya Cholil Staquf disebut terus menggalang narasi dukungan dari sejumlah “kiai sepuh kultural”.

BACA JUGA:Polarisasi dan Disklaimer Otoritas Kiai Sepuh dalam Pusaran Konflik Internal PBNU

Menurut Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, KH Imam Jazuli Lc MA, klaim tersebut justru berpotensi membenturkan para kiai yang berada dalam jalur kultural dengan otoritas kiai yang telah terinstitusikan dalam struktur resmi organisasi, yakni Syuriah dan Rais Aam.

AD/ART NU Tegaskan Syuriah Sebagai Otoritas Tertinggi

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010–2015 itu menegaskan bahwa Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga NU menempatkan Syuriah sebagai otoritas tertinggi jam’iyah.

BACA JUGA:Konsultan Dinilai Jadi Penghambat Perizinan Investasi di Kabupaten Cirebon

Rais Aam memegang posisi pucuk pimpinan yang memiliki kewenangan memberi pembinaan, pengawasan, hingga keputusan strategis yang mengikat seluruh jajaran Tanfidziyah.

Karena itu, keputusan Syuriah, mulai dari evaluasi, teguran, hingga pemberhentian Ketua Umum lanjut alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Universitas Al-Azhar Kairo merupakan bentuk kearifan ulama yang dilembagakan melalui mekanisme resmi organisasi.

Kritik atas Klaim “Kiai Sepuh” yang Terlokalisasi

Imam Jazuli menilai upaya kubu Gus Yahya mencari legitimasi melalui forum-forum tertentu seperti Forum Jombang atau pertemuan terbatas di pesantren tertentu tidak dapat dijadikan dasar untuk menandingi keputusan Syuriah.

Dari sekitar 30 anggota Mustasyar, hanya tujuh yang hadir di forum tersebut. “Menyebut forum terbatas sebagai representasi suara kiai sepuh seluruh Indonesia adalah generalisasi yang tidak valid,” ujarnya.

BACA JUGA:Ponpes Babakan Ciwaringin Keluarkan Maklumat, Serukan Ketertiban di Tengah Dinamika NU

Ia menambahkan, suara para ulama sangat beragam. Ribuan pesantren di berbagai daerah memiliki kiai sepuh dengan pandangan masing-masing, termasuk di Bangkalan dan Cirebon yang diketahui mengambil posisi berbeda dari forum Ploso atau Jombang.

Ancaman Terhadap Marwah Organisasi

Lebih jauh, tindakan memobilisasi klaim dukungan kiai sepuh di luar mekanisme resmi dianggap dapat merusak marwah PBNU sebagai jam’iyah ulama. Jika keputusan Syuriah dapat “ditawar” melalui klaim dukungan kultural, Imam Jazuli menilai hal ini akan menciptakan preseden buruk bagi organisasi.

BACA JUGA:Jelang Nataru, Dishub Cirebon Antisipasi Titik Rawan Macet

“Upaya membenturkan kiai sepuh kultural dengan Syuriah adalah langkah yang melemahkan bangunan organisasi NU sendiri,” tegasnya.

Menurutnya, penyelesaian konflik seharusnya dilakukan melalui mekanisme internal yang tersedia, seperti Majelis Tahkim, bukan melalui narasi klaim dukungan yang bersifat politis. (zen)

Sumber: