Syaroni Belum Minta Bantuan, LKBH Korpri Tunggu Surat Kuasa dari Keluarga

Syaroni Belum Minta Bantuan, LKBH Korpri Tunggu Surat Kuasa dari Keluarga

MENUNGGU. Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Korpri Kota Cirebon, M Arif Kurniawan ST menyampaikan hingga kini tersangka dugaan korupsi alat berat, Syaroni ATD MT belum mengajukan surat permohonan bantuan hukum. FOTO: ASEP SAEPUL MIELAH/RAK--

RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Hampir dua pekan, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon menetapkan eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR), Syaroni ATD MT sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi pengadaan alat berat darat.

Namun sampai sekarang, belum ada informasi mengenai langkah hukum yang diambil Syaroni untuk membela diri.

Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Korpri Kota Cirebon, sebagai salah satu fasilitas yang bisa dimanfaatkan para ASN pun, belum menerima permintaan untuk pendampingan hukum dari yang bersangkutan, ataupun pihak keluarga.

Meski demikian, LKBH Korpri dipastikan akan tetap memberikan support yang dibutuhkan anggotanya ketika tersandung kasus hukum.

Ketua LKBH Korpri Kota Cirebon, M Arif Kurniawan ST menyampaikan, sampai Senin (26/12) kemarin, belum ada permintaan dari pihak keluarga. Sehingga pihaknya masih menunggu kepastian apakah mantan kepala DPUTR tersebut memerlukan pendampingan hukum dari LKBH Korpri atau akan menggunakan langkah lain.

Sejauh ini, kata Arif, LKBH Korpri hanya bisa sebatas berkomunikasi dan konsultasi informal terhadap Syaroni maupun pihak keluarganya. Karena untuk menunjuk pengacara, perlu ada surat kuasa dari yang bersangkutan.

"Pada prinsipnya, diminta ataupun tidak diminta, kita tetap akan memberikan support terhadap setiap anggota Korpri yang mengalami persoalan hukum. Tapi, kalau diminta untuk ditunjukkan pengacara, kan perlu ada surat kuasa. Sampai sekarang belum ada," ungkap Arif.

Seperti kasus-kasus yang melibatkan ASN Kota Cirebon sebelumnya, lanjut Arif, para tersangka yang merupakan anggota Korpri, LKBH Korpri menerima permintaan secara resmi. Sehingga pihaknya berkoordinasi dengan organisasi profesi advokat yang sudah menjalin MoU dengan Korpri.

"Seperti sebelumnya, ketika yang berperkara Pak Sukur dan Pak Sigit, kita bantu pengacara dari Peradi untuk memberikan pendampingan hukum," lanjutnya.

Tak hanya menyediakan pendampingan hukum dengan menunjuk pengacara, bantuan yang diberikan LKBH Korpri juga tidak hanya sebatas menyediakan atau mencarikan pengacara. Namun ketika yang bersangkutan memilih untuk menunjuk pengacara sendiri, maka LKBH Korpri juga bisa mensupport secara materil. Meskipun secara nilai tidak terbilang besar. Karena sumber pendanaannya berasal dari iuran anggota Korpri yang disisihkan untuk kas LKBH.

"Jika pun Pak Syaroni atau keluarganya memilih menunjuk pengacara sendiri, kita hormati itu hak mereka. Tapi, kita tetap akan support materil walaupun jumlahnya tidak besar," tandasnya.

Sebelumnya, Walikota Cirebon, Drs H Nashrudin Azis SH buka suara terkait persoalan hukum yang menyangkut eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR), Syaroni ATD.

Selain menyampaikan keprihatinan, Azis juga memastikan bahwa pemkot akan berupaya membantu unsur penyelenggara pemerintahan. Dengan cara-cara yang sesuai dengan dengan aturan, sehingga tidak menumbulkan bersoalan baru.

“Saya selaku pimpinan merasa prihatin, sedih dengan adanya kondisi ini. Namun, kita sebagai warga negara harus patuh terhadap ketentuan hukum. Sehingga, saya beserta seluruh jajaran, akan berusaha membantu ASN kita yang kena masalah tanpa menimbulkan masalah baru,” ungkap Azis, kemarin.

Maka dari itu, lanjut Azis, pemkot dipastikan memberikan pendampingan hukum terhadap Syaroni, kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

“Kita akan memberikan bantuan advokasi, dengan dasar aturan yang diperbolehkan. Saya berharap, ASN yang mengalami proses hukum tetap bersabar, serahkan semua kepada Allah,” lanjut dia.

Mengingat ini bukan yang pertama, melainkan sebelum-sebelumnya juga sudah terjadi, dimana pejabat ASN di Kota Cirebon terlibat kasus hukum yang berujung pada penetapan sebagai tersangka, Azis pun memastikan bahwa sebetulnya, upaya-upaya untuk mengantisipasi konsekuensi hukum dari pekerjaan yang dijalankan ASN sudah dilakukan.

“Antisipasi, sebetulnya sudah dilaksanakan. Bahkan sebelum Azis-Eti memimpin. Semua sudah tahu aturan-aturannya, semua sudah ada. Jadi soal antisipasi, sudah dari dulu dilakukan. Namun yang namanya proses berjalannya pemerintahan, banyak dinamika. Inilah yang terkadang perlu kehati-hatian,” jelas mantan ketua DPRD Kota Cirebon ini.

Syaroni, masih dikatakan Azis, adalah pejabat yang rajin dan tekun. Namun perlu disadari bahwa risiko pekerjan akan selalu ada.

Saat ini, untuk menambal kekosongan karena pejabat yang bersangkutan berhalangan akibat menghadapi proses hukum, maka posisi kepala BPKPD dijabat oleh pelaksana tugas.

“Pak Syaroni adalah orang baik, kita semua tahu. Bukan hanya pak Syaroni, ada pak Lolok, ada pak Sigit, ada pak Abdullah Syukur. Mereka adalah bagian dari kita bersama. Wajib kita membantu mereka semua. Untuk Plt sudah kita tugaskan pak Sumanto. Saya pastikan, semua kegiatan penyerapan dan pencairan anggaran bisa berjalan sampai akhir tahun,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, Umaryadi SH MH dalam keterangannya mengatakan, pihaknya menetapkan eks kepala DPUTR, yang saat ini menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) sebagai tersangka, Syaroni ATD MT.

Akibat perbuatan tersangka, negara dirugikan kurang lebih di atas satu miliar. Tersangka terancam pasal 2 dan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 18 jo pasal 5 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman, pasal 2 minimal 4 tahun kurungan, dan pasal 3 minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun kurungan.

Penyidik terus melakukan pendalaman. Sehingga masih sangat dimungkinkan akan ada tersangka baru dalam perkembangannya.

"Tunggu hasil pengembangan tim penyidik. Sementara ini baru dua tersangka. Saat ini, saksi sudah diperiksa ada 17 orang. Baik saksi ahli, pejabat pemkot maupun pihak rekanan. Jadi dalam perkara ini juga diindikasikan ada penggelembungan harga, saat proses perencanaan pengadaan alat berat," tuturnya. (sep)

Sumber: