Dibawa ke Makam Sunan Gunung Jati, Nikita Mirzani Dapat Oleh-oleh Spiritual
Mungkin berbagai kegiatan yang lain lantaran tuntutan profesi dan pekerjaan. Sehingga, Kiyai Imam mengundang Nikta ke pesantren bukan bermaksud ingin memberikan petunjuk (hidayah) lantaran hidayah adalah hak perogratif Allah, dan siapapun—termasuk Kiyai Imam—tidak ada yang bisa memberikan hidayah kepada siapapun.
Melainkan tujuannya adalah ingin berinteraksi, merangkul dan mendampingi kalangan selebritis barangkali satu waktu membutuhkan penjelasan dan pemahaman keagamaan.
Syahdan, selebritis merupakan kalangan yang diperebutkan oleh para pendakwah berbagai kecenderungan dan paham keagamaan dari yang moderat sampai yang radikal.
Ada selebritis yang dulunya gitaris, setelah terjaring pendakwah yang pandangannya radikal, langsung mundur dari dunia musik dan mengharamkan gitar dan musik. Ada selebritis yang terjaring pendakwah Jamaah Tabligh. Ada selebritis yang terjaring pendakwah hijrah. Ada juga selebritis yang terjaring pendakwah salafi-Wahabi yang mendadak bercelana cingkrang dan berpakaian serta gaya hidup mengikuti gaya salafi-Wahabi.
Melihat fenomena tersebut. Maka langkah Kiyai Imam, Gus Miftah dan Kiyai Zastrow mendampingi kalangan selebritis adalah relevan dan maslahat. Lantaran masuk ke dalam kontestasi perebutan kalangan selebritis merupakan langkah penting untuk mengimbangi gerakan para pendakwah yang kencederungan paham keagamaannya ekstrim.
Mengapa selebritis diperebutkan dan menjadi target para pendakwah? Setidaknya ada beberapa alasan. Pertama, selebritis sebagai kalangan publik figur. Kedua, memiliki banyak fans, followers dan pengikut setia yang mengidolakan. Ketiga, sosok yang mapan secara ekonomi. Keempat, tokoh yang dekat dengan media.
Kita tahu bahwa selebritislah yang memiliki followers medsos dan youtube yang paling banyak dibandingkan dengan yang lain. Selebritis adalah magnet. Bagi kalangan pendakwah, bahwa merebut selebritis adalah jalan untuk meraih followers, dan berharap ketika selebritis yang diidolakan mengikuti dakwah tertentu maka followers dan pengikutnya pun mengikutinya.
Logika ini mirip dengan logika para politisi yang sedang berkampanye. Sehingga musim kampanye biasanya musim panen kalangan selebritis, lantaran banyak manggung. Kalau politisi mengkampanyeka calon pilihannya. Sedangkan pada pendkawah mengkampanyekan paham, doktrin, ajarah, dan ideologinya.
Ada yang menarik dari kunjungan Nikat ke Pesantren Kiyai Imam. Nikita diajak oleh Kiyai Imam ziarah kubur makam Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah, salahsatu Walisongo yang ada di Cirebon.
Bersama Gus Miftah dan Nikita, Kiyai Imam memimpin tahlil dan doa. Terlihat khusyuk dan betapa fasihnya panjatan tahlil dan doa Nikita. Wajar, sebab sejatinya Nikita alumnus Pesantren yang sudah pasti bisa mengaji Al-Quran, tahlil, dan doa. Sehingga, kedatangan Nikita di tanah wali, Cirebon, mendapatkan oleh-oleh spiritual.
Yang membedakan kiyai NU dengan yang lain adalah pada aspek sentuhan spiritual. Selebritis atau artis juga manusia. Selain makhluk sosial, manusia juga adalah makhluk spiritual. Barang kali di luar NU hambar spiritual, sebab hal-hal yang berbau spiritual dicap TBC (Tahayul, Bid’ah, Churofat).
Sedangkan di kalangan NU, sangat melimpah ritual-ritual dan tradisi yang bernuansa spiritual, seperti tahlilan, marhabanan, barzanzi, dalail al-khairat, hizib, manaqib, dan yang lain.
Kiyai Imam sebagai kyai NU tentu saja dalam merangkul berbagai kalangan, termasuk Nikta, pun menggunakan pendekatan dan sentuhan spiritual.
Sehari sebelum Nikta berkunjung, Kiyai Imam memberikan ijazah kitab spiritual yang paling terkenal di kalangan NU, yaitu Dalail al-Khairat. Lalu Kiyai Imam pun mengajak Nikita dan Gus Miftah ziarah kuburan Sunan Gunung Jati.
Ziarah ini bernilai spiritual sekaligus napaktilas sejarah. Begitulah gaya kiyai NU merangkul, sebagaimana Gus Dur yang semasa hidupnya hobi keliling ziarah kubur.(*)
Sumber: